Author : Cerita RakyatTidak ada komentar
Syekh Siti Jenar adalah seorang tokoh pembawa ajaran tasawuf faham hulul atau wahdatul wujud terhadap era pemerintahan Sultan Al-Fatah, Demak.
Faham hulul ini dalam arti Jawa dikenal sebagai faham “Manunggaling Kawulo Gusti”. Yaitu suatu faham tasawuf yang mengajarkan mampu terjadinya suatu suasana penyatuan karakter - karakter ketuhanan terhadap diri seorang Salik (pengamal).
Aliran ini (Syekh Siti Jenar) ditentang oleh kebanyakan para tokoh ulama tasawuf yang menganut faham ‘wahdatus syuhud’.
Yaitu faham yang membuktikan bahwa tingkat tertinggi yang mampu dicapai oleh seorang Salik hanya berbentuk kebolehan sadar perihal - perihal yang diharapkan oleh Allah Swt. Jadi Si Salik hanya mampu menjalankan apa yang diharapkan oleh Allah Swt bukan bertindak sebagai “Tuhan”.
Karena faham mayoritas tasawuf kesultanan Demak sementara itu adalah faham wahdatus syuhud maka Syekh Siti Jenar ahirnya diadili oleh Majlis Ulama Kesultanan.
Vonis hukuman mati dijatuhkan terhadap Syekh Siti Jenar karena beliau tidak berkenan mempengaruhi faham atau setidak - tidaknya menghentikan faham yang diajarkannya itu terhadap ummat.
Pendek kisah, sehabis Syekh Siti Jenar dikenai hukuman mati ahirnya nampak masalah sosial ditingkat lapis bawah masyarakat Kesultanan Demak.
Mereka yang selama ini jadi pengikut Syekh Siti jenar selalu beranggapan bahwa faham tasawuf yang mereka anut itu adalah benar dan mereka selalu bersikap tidak berkenan ikuti faham mayoritas ummat islam. Para ulama jadi jengah dengan sikap mereka itu.
Fatwa - fatwa liar pun bermunculan. Ada yang memfatwakan bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar ini juga kudu dihukum mati sebagaimana pemimpin mereka terkecuali tidak bertaubat. Namun ada pula yang berfatwa bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar itu cukup dibina saja.
Keadaan sosial keagamaan yang runyam ini berlangsung hingga sebagian saat, agar Kesultanan hingga mengkuatirkan terjadinya instabilitas politik kenegaraan.
Sebagai sebuah kesultanan Islam pertama di Jawa yang merasa bertanggung jawab terhadap suasana warga dan juga stabilitas politik maka Sultan Demak R. Hasan Al-Fatah ahirnya memprakarsai perlunya pertemuan tokoh - tokoh ulama (Walisongo dan Ulama lainnya) berasal dari semua seantero kesultanan Demak untuk memtuskan hukum masalah faham “Manunggaling Kawulo Gusti” ini.
Muktamar Ulama itu ahirnya dikerjakan dengan mengambil alih area di pusat Kesultanan Islam Demak yakni di komplek Masjid Demak. Pada sementara muktamar ini, hadir pula tokoh Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani.
Dalam Muktamar Ulama untuk “Bahsul Masail” soal faham “Manunggaling Kawulo Gusti” itu muncullah perdebatan yang cukup sengit antara mereka yang berpendapat bahwa pengikut Syekh Siti Jenar juga kudu dikenai hukuman mati dengan grup ulama yang berargumen terkecuali pengikut Syekh Sidi Jenar itu cukup dibina saja dan tidak kudu untuk hingga dihukum mati. Alasan dan juga dalil yang mereka ajukan serupa - serupa kuat.
Kelompok pertama berargumen para pengikut Syekh Siti Jenar itu kudu dihukum mati pula sebagaimana pemimpinnya karena sang pemimpin dihukum mati juga karena ikuti dan mengajarkan faham “Manunggaling Kawulo Gusti” itu terhadap orang lain.
Oleh sebab itu siapa saja yang ikuti dan mengajarkan ajaran selanjutnya terhadap orang lain juga kudu dikenai hukuman mati.
Sementara itu grup yang ke dua mengajukan basic terkecuali pengikut Syekh Siti Jenar cukup dibina saja dan tidak kudu dihukum mati karena tingkat berfikir mereka yang belum hingga dan juga terbatas.
Sehingga mereka dalam ikuti faham “Manunggaling Kawulo Gusti” itu tidak serupa derajatnya dengan sang pemimpin. Oleh sebab itu hukumannya-pun juga berlainan dengan yang memimpin.
Beda pendapat ini hampir - hampir saja menyebabkan masalah baru dikalangan para tokoh ulama. Karenanya Sultan R. Hasan Al-Fatah langsung berharap pendapat Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani berkenaan cara mengatasi masalah pelik ini menurut beliau.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani yang mula-mula hanya mendengarkan saja argumen masing - masing tokoh ulama dua grup selanjutnya ahirnya angkat bicara.
“Begini Sultan”
“Menurut pendapat saya, terkecuali para tokoh ulama ini sepakat mari kami kembalikan saja masalah ini terhadap asal akar terdapatnya persoalan”
Para hadirin diam dan seksama mendengarkan gambaran beliau.
“Akar masalah faham hulul ini adalah masalah hakekat. Bukan masalah Syariat.”
“Sehingga menurut pendapat aku terkecuali langsung diputusi dengan cara syariat tapi meremehkan unsur hakekatnya maka hasilnya bakal selalu menyebabkan perselisihan”
“Yang paling baik menurut aku adalah mengembalikan hakekat masalah ini kepada Allah Swt dengan cara Syariat. Biarlah Allah Swt yang memastikan langsung hukum seperti apa yang paling baik bagi para pengikut Syekh Siti Jenar.”
Sultan-pun bertanya, “Maksud Syaikh bagaimana?”
“Jika Sultan sepakat dan hadirin juga sepakat, aku usul marilah kami semua menulis pendapat kami masing - masing berkenaan hukuman apa yang kudu dijatuhkan terhadap para pengikut Syekh Siti Jenar terhadap sebuah deluwang dengan disertai dalil - dalilnya cocok dengan keyakinan dan juga ilmu masing - masing”
“Agar hati kami terjaga keikhlasannya dalam memastikan masalah ini dengan tanpa ada rasa kebencian terhadap suatu golongan maka alangkah baiknya agar postingan terhadap deluwang itu tidak diketahui isinya tak hanya dirinya sendiri dan Allah Swt.”
“Sesudah itu, postingan - postingan selanjutnya digulung dan dimasukkan dalam sebuah kendi”
“Baru sehabis seutuhnya selesai, silakan salah satu salah satu kami yang hadir disini berkenan untuk memimpin doa.
Adapun mengisi doanya adalah terkecuali Allah Swt lebih ridha jikalau para pengikut Syekh Siti Jenar dihukum mati maka mohon Allah Swt berkenan menghapuskan postingan - postingan yang berisikan bahwa pengikut Syekh Siti Jenar cukup dibina saja.
Demikian pula terkecuali Allah Swt lebih ridha jikalau para pengikut Syekh Sidi Jenar cukup dibina saja, maka mohon Allah Swt kiranya berkenan untuk menghapus semua postingan yang berisikan bahwa para pengikut Syekh Sidi Jenar itu kudu dihukum mati.”
Sultan R. Hasan Al-Fatah pun mengangguk - anggukkan kepalanya sinyal memahami.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani sesudah itu melanjutkan lagi,
“Ketika salah satu salah satu kami yang hadir disini memimpin doa, aku mohon seutuhnya untuk ikhlash mengamini.”
“Sesudah perihal itu selesai, maka marilah postingan - postingan selanjutnya kami buka dan baca dengan - sama. Manakah yang terhapus dan manakah yang masih ada”
Ketika pendapat ini selesai diajukan, semua tokoh ulama sepakat untuk menerimanya. Sultan-pun ahirnya setuju. Karena cara pemecahan ini dianggap sebagai sebuah cara pemecahan terbaik.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani ahirnya yang ditunjuk untuk berdoa. Mungkin salah satu pertimbangannya adalah karena beliau tidak terlibat konflik pro - kontra pendapat terhadap sebelumnya.
Setelah doa dipanjatkan dan mengisi masing - masing deluwang yang ada dalam kendi itu dibuka, ternyata postingan yang masih ada adalah postingan - postingan pendapat ulama yang membuktikan bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar itu cukup dibina saja. Sementara postingan - postingan pendapat yang membuktikan bahwa para pengikut Syekh Sidi Jenar itu kudu dihukum mati hapus tak berbekas.
Karena semua ulama yang hadir ditempat selanjutnya sesungguhnya ikhlas ahirnya terima hasil selanjutnya dan bersujud syukur dengan berasal dari kekeliruan mengambil alih ketetapan hukum
Sultan R. Hasan Al-Fatah pun senang. Sebagai imbalan atas jasa berasal dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani selanjutnya sesudah itu beliau memberi tambahan titah atau Sabdo Pandito Ratunya dengan menghadiahkan tanah keberadaan Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani sebagai sebuah tanah perdikan.
Artikel Terkait
Posted On : Rabu, 10 April 2019Time : April 10, 2019