Author : Cerita RakyatTidak ada komentar
Masa Kerajaan Pajang Pada masa Kekuasaan Kerajaan Pajang yang berada di bawah tampuk kepemimpinan Sultan Hadiwijaya, muncul makna “Pemalang Komplang”.
Pada kala itu jabatan Adipati di Pemalang dipegang oleh putra berasal dari Ki Gede Sambung Yudo yang bernama Adipati Anom Windu Galbo dan patih bernama Ki Gede Murti. Setelah Ki Gede Murti wafat, maka jabatan patih digantikan oleh putranya yang bernama Patih Jiwo Negoro.
Kekosongan kekuasaan terjadi pada kala Adipati Anom Windu Galbo mangkat. Kekosongan Kadipaten Pemalang pada abad ke XVI kala jabatan Adipati dirangkap oleh Patih Jiwo Negoro.
Sultan Hadiwijaya terima laporan berasal dari Kadipaten Pemalang bahwa Pemalang tidak tersedia penguasanga, atau makna orang Pemalang adalah “Pemalang Komplang”.
Oleh gara-gara itu Sultan Hadiwijaya segera memerintahkan putranya yang bernama Pangeran Benowo untuk menjabat di kabupaten Pemalang. Keberadaan Kadipaten Pemalang dipandang Sultan Hadiwijaya merupakan tempat yang gawat. Pemalang, konon ceritanya sebagai “Kutha Pemalang” atau penghalang seluruh orang yang dapat berbuat jahat.
Maka Sultan Hadiwijaya mengimbuhkan syarat kepada Pangeran Benowo bahwa sebelum akan menjabat sebagai Adipati di Kadipaten Pemalang, Pangeran Benowo perlu pergi ke Banten untuk menemui Sultan Banten yang bernama Panembahan Yusuf untuk berharap ‘Keris Kyai Tapak’.
keris berikut dipercaya dapat menyebabkan sifat kendel atau berani hadapi segala situasi. Selain itu Pangeran Benowo dibekali Pusaka Keris Kyai Setan Kober yang merupakan pusaka rampasan berasal dari Jipang atau Arya Penangsang. Guna melegitimasi kekuasaannya di Kadipaten Pemalang, Pangeran Benowo di bekali Serat Kekancing menjabat di Kadipaten pemalang dan Surat ke Panembahan Yusuf sehingga meminjamkan Keris yang dahulu dibawa Fatahillah berasal dari Kerajaan Demak.
Kedatangan Pangeran Benowo di Kadipaten Pemalang disambut dengan gembira. Layang Kekancing berasal dari Sultan Hadiwijaya segera diumumkan oleh Patih Jiwo Negoro ke seluruh Punggawa Praja dan segenap susunan masyarakat.
Jumenengan atau pengesahan atas dasar Layang Kekancing berasal dari Sultan Hadiwijaya berikut menjelaskan bahwa Pangeran Benowo putra Pajang diangkat sebagai penguasa Kadipaten Pemalang yang membawahi Pemalang, Tegal dan Brebes pada hari Jumat Pon, 24 Januari 1575 Masehi atau 2 Syawal 1496 (Je) atau tahun 982 Hijriyah.
Jumenengan dilaksanakan pada bulan Syawal dengan maksud pada kala serah terima jabatan berasal dari Patih Jiwo Negoro ke Pangeran Benowo sekaligus mampu diselenggarakan silaturahmi atau halal bihalal pada penguasa kadipaten dan bawahannya. hari itu bertepatan dengan musim hujan, berarti lokasi Pemalang subur makmur loh jinawi, gemah ripah karto toto raharjo.
Legenda Patih Sampun
Dalam kepemimpinannya di Kadipaten Pemalang, Sang Adipati Benowo mengadakan pertemuan dengan para Punggawa Kadipaten untuk mengkaji persoalan pembangunan di Pemalang.
untuk mempermudah interaksi dengan daerah-daerah di Pemalang kala itu, Adipati Pangeran Benowo memerintahkan kepada Patih Djiwonegoro untuk membangun dua jembatan di sungai banger dan di sungai Srengseng di Kebondalem.pada kala diberi mandat tugas tersebut,dengan spontan Patih Djiwonegoro menjawab "sampun dados (sudah jadi),kanjeng Adipati".
Mendengar jawaban Patih Djiwonegoro,sang Adipati Pangeran Benowo tercengang dibuatnya.untuk membuktikan kebenaran ucapan Djiwonegoro,pada pagi harinya Pangeran Benowo meninjau lokasi dua jembatan tersebut,dan ternyata apa yang di ucapkan Djiwonegoro benar adanya,di dua sungai berikut udah terbentang jembatan yang di kehendaki Adipati.maka makin lama yakinlah Pangeran Benowo kepada bhakti dan loyalitas patih Djiwonegoro,putra asli pemalang yang masyhur kesaktiannya.
Pada hari berikutnya,sang Adipati Benowo memerintahkan ulang kepada patih Djiwonegoro untuk membangun ulang dua jembatan di sungai Rambut di Bojongkelor dan sungai Plawangan. Namun lagi-lagi dijawab "sampun dados,kanjeng Adipati" oleh Djiwonegoro.namun kali ini Adipati Benowo tak perlu ulang mengecek kebenaran jawaban yang di berikan oleh patihnya,dikarenakan sang Adipati udah mempercayainya.
Bahkan bulan-bulan seterusnya adipati Pangeran Benowo memerintahkan ulang untuk membangun lebih dari satu jembatan berturut-turut,jembatan-jembatan berikut pada lain sebagai berikut:
- Jembatan Gianti,terdapat didepan polres lama,Sirandu.
- Jembatan di kali Waluh,Kedungbanjar.
- Jembatan di sungai Comal,kali Comal.
- Jembatan sungai Plawangan, di Lawangrejo.
- Jembatan sungai Sudetan di desa Krasak.
-Jembatan Pesapen, didepan kantor kecamatan Pemalang.
- Jembatan Slarang di sungai Waluh,di perbatasan desa Lenggong,Slarang.
- Jembatan sungai Raja (Siraja) di lokasi Bantar bolang,tepatnya di dukuh Simbang,Pegiringan.
- Jembatan di perkebunan kelapa Gentongreot,Karang moncol.
- Jembatan di desa Mejagong di kali Comal.
- Jembatan di desa Datar,di kali Comal.
- Jembatan Sudetan di tempat Moga,didepan Pesanggragan dan pemandian.
- Jembatan di perbatasan desa Cikasur dan desa Randu dongkal.
- Jembatan di desa Bulakan,dan -
- Jembatan di desa Belik.
DI NOBATKAN SEBAGAI PATIH SAMPUN
Pada pertemuan berikutnya,Adipati pangeran Benowo melibatkan Tumenggung dan seluruh Demang serta para Penatus dan Bekel se kadipaten Pemalang,dalam acara tersebut,Adipati pangeran Benowo mengucapkan terima kasih kepada Patih Djiwonegoro dan para punggawanya atas jasa-jasanya dalam membangun lebih dari satu jembatan di lokasi kadipaten Pemalang,maka,atas jasanya berikut patih Djiwonegoro diberi gelar "sampun",dan sejak kala itu Patih Djiwonegoro lebih dikenal sebagai Patih Sampun.
Artikel Terkait
Posted On : Selasa, 02 April 2019Time : April 02, 2019