Menguak Tabir Syeh Siti Jenar

Author : Cerita RakyatTidak ada komentar

1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan bersama dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. 


Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal berasal dari cacing.

 Ini adalah sejarah bohong. Dan pada kala Sunan Giri menambahkan julukan pada Sayid Abdul Jalil bersama dengan nama Siti Jenar itu sebab Sayid Abdul Jalil di dalam posisi duduk di atas tanah yang berwarna kuning.

2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar dengan kata lain ngawur.

 Istilah itu berasal berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. 

Padahal di dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau manfaatkan kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ amat berbeda penafsirannya bersama dengan Manunggaling Kawulo Gusti. 


Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, berarti “Segala suatu hal itu bakal rusak dan binasa jikalau Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.

Pengejawantahan Manunggaling Kawulo Gusti adalah berkenaan ke fana an manusia yang mampu Baqo' bersama dengan ketauhidan yang kuat.


Ketika fana nya manusia bakal langgeng setelah terdapatnya kematian. 
Itulah divinisi rashowwuf ajaran Syaikh Siti Jenar.

3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. 

Syaikh Burhanpuri di dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar sepanjang 9 tahun, aku lihat bersama dengan mata kepala aku sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, lebih-lebih sholat sunnah yang dilaksanakan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak berasal dari pada manusia biasa. 

Tidak dulu bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak dulu ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak dulu aku lihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.

4. Beberapa penulis udah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah jadi anjing. 

Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. 
Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir berasal dari cacing dan meninggal jadi anjing. 

Jika ada penulis menuliskan layaknya itu. Berarti dia tidak mampu berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.


Manusia lahir berasal dari manusia dan bakal wafat sebagai manusia. Maka aku meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. 


Mereka berbicara bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal di dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya kala bakal jalankan sholat shubuh.“

5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong !!!!
Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanya cerita fiktif yang ditambah-tambahi, sehingga tampak dahsyat, dan laku seandainya dijadikan film atau sinetron. 

Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal di dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan bahwa Islam itu pelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. 


Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. 
Tidaklah barangkali 9 waliyullah yang suci berasal dari keturunan Nabi Muhammad bakal membunuh waliyullah berasal dari keturunan yang sama. Tidak mampu diterima akal sehat.”

Penghancuran sejarah ini, menurut pakar Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam sehingga senantiasa bertikai pada Sunni bersama dengan Syi’ah, pada Ulama’ Syari’at bersama dengan Ulama’ Hakikat.


Bahkan Penjajah Belanda udah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia bersama dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] bersama dengan 3 kelas:

1) Kelas Santri [diidentikkan bersama dengan 9 Wali dan para ulama]

2) Kelas Priyayi [diidentikkan bersama dengan Raden Fattah, Sultan Demak hingga pada Diponegoro]

3) Kelas Abangan [diidentikkan bersama dengan Syaikh Siti Jenar dan Kejawen]

Wahai kaum muslimin lihat fenomena layaknya ini, maka kita perlu waspada pada upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yang berkedok orientalis pada penulisan sejarah Islam. 

Hati-hati jangan mau kita diadu bersama dengan sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu di dalam naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam 

Artikel Terkait

Posted On : Kamis, 11 April 2019Time : April 11, 2019
SHARE TO :
| | Template Created By : Binkbenks | CopyRigt By : Cerita Rakyat | |
close
Banner iklan disini
> [Tutup]