Author : Cerita RakyatTidak ada komentar
Alkisah pada tahun 1890 lahirlah seorang anak dari pasangan Bayan Isman dan Rubiyah bernama asli Iwan Dalauk atau biasa dipanggih 'Mudjair'.
Ia tinggal di desa kuningan, sebelah timur kota Blitar, semasa hidupnya, ia dikenal orang-orang sebagai pedagang sate kambing di sebuah warung yang masih berlokasi di desa kuningan.
Usahanya ini cukup terkenal pada saat itu, pelanggan yang datang pun tidak hanya orang-orang pribumi saja, baik orang Tionghoa atau warga asing lainnya selalu ramai berkunjung ke warung sate 'Mbah Mudjair'.
Karena usahanya selalu laris dan ia berhasil mengumpulkan banyak uang, perlahan-lahan Mbah Mudjair mulai terlena dengan harta yang ia miliki. Ia mulai gemar berjudi dengan orang-orang Tionghoa, dan akibatnya, usaha yang sudah ia rintis susah payah terkorbankan. Walaupun begitu Mbah Mudjair selalu menegaskan kepada anak-anaknya untuk tidak sekali-kali mengikuti kebiasaan buruknya itu.
Dalam kondisi serba terpuruk, Mbah Mudjair perlahan-lahan bangkit untuk membenahi hidupnya. Salah satunya dengan melakukan tirakat, setiap tanggal 1 Suro Mbah Mudjair selalu berangkat ke pantai Serang yang berjarak 35 KM dari tempat tinggalnya untuk melakukan semacam ritual mandi pembersihan, disitulah ia menemukan secercah harapan baru.
Suatu hari di pantai tersebut ketika Mbah Mudjair sedang melakukan serangkaian tirakatnya, secara tak sengaja ia melihat sekumpulan ikan yang cukup unik, ikan-ikan itu menyimpan bayi mereka di dalam mulutnya ketika merasakan potensi bahaya, dan setelah kondisi sudah dirasa cukup aman, mereka mengeluarkannya lagi.
Melihat hal tersebut, Mbah Mudjair pun berencana untuk membudi dayakan ikan-ikan unik itu, bersama dua orang temannya ia menjaring beberapa ekor ikan menggunakan ikat kepala dan membawanya pulang kerumahnya.
Sesampainya di rumah, ternyata semua ikan yang ia bawa mati ketika dimasukan ke air tawar, tapi ia tetap mencoba berulang kali sampai ikan-ikan tersebut sanggup bertahan hidup di air tawar.
Mbah Mudjair menyiasati hal ini dengan mencampurkan air laut dengan air tawar, secara bertahap kadar air laut yang ia campurkan dikurangi, awalnya tidak ada satupun yang bisa bertahan hidup, sampai pada uji coba yang ke-11, barulah terdapat 4 ekor ikan yang berhasil beradaptasi di air tawar.
Perlahan-lahan usahanya ini mulai sukses, yang awalnya hanya 4 ekor, berkembang menjadi 1 kolam, kemudian berkembang lagi menjadi 3 kolam, sampai akhirnya kabar mengenai ikan-ikan hasil budi dayanya tersebut terdengar oleh seorang asisten Resident sekaligus ilmuan di Kediri.
Ia merasa takjub dengan usaha yang sudah dikembangkan oleh Mbah Mudjair, karena pencapaiannya tersebut, Mbah Mudjair mendapatkan penghargaan dari Kementrian Pertanian RI pada 17 Agustus 1951 dan juga dari eksekutif Commitee Indo Pasifik Fisheries Council pada tahun 1954.
Sebagai tanda jasanya, sejak saat itu, ikan-ikan tersebut dinamakan 'ikan mudjair' dan tetap bertahan sampai saat ini.
Sumber : www.jadiberita.com
Artikel Terkait
Posted On : Sabtu, 19 Januari 2019Time : Januari 19, 2019