KI AGENG NGENIS, PERINTIS MATARAM

Author : Cerita RakyatTidak ada komentar

Ki Ageng Enis Sebagai Perintis Kesultanan Mataram

Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid Laweyan.



Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti : tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.

Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :

Fakta 1 : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V, yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;

Fakta 2 : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;

Fakta 3 : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah "Misi" yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.

Fakta 4 : Suksesi Kesultanan Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan Mataram pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.

Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.

Ki Ageng Henis adalah putera Ki Ageng Sela, keturunan dari Brawijaya V seorang raja Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Henis adalah seorang punggawa Keraton Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati.

Kilas tentang Saudagar Laweyan
Laweyan merupakan kampung tradisional yang sudah ada sejak sebelum tahun 1500 M. Kelurahan/Kampung Laweyan, Surakarta – Jawa Tengah merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah.

Berdasarkan buku yang ditulis oleh RT. Mlayadipuro, desa Laweyan (sekarang wilayah Kelurahan Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah kawasan Laweyan masih bisa dirunut dengan fakta artefak makam maupun letak geografisnya yaitu setelah dekade Kyai Ageng Ngenis yang bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati), era sebelumnya sangat sulit dilacak kecuali hanya dari dongeng dan tutur lisan saja. Letak pasar Laweyan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman).

Kyai Ageng Ngenis adalah putra dari Kyai Ageng Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Ngenis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.

Kyai Ageng Ngenis meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan (tempat Sunan Kalijaga istirahat selama lelaku menyusuri sungai Bengawan Solo). Rumah tempat tinggal Kyai Ageng Ngenis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya. Kemudian Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan), Sutowijaya pindah ke Kota Gede dan dalam perjalanannya kemudian menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja-raja Mataram.

Mitos Laweyan
Ada folklor yang menjadi mitos membentuk kesan komunitas Laweyan teralienasikan. Hal ini mendorong Drs. Soedarmono, SU (Sejarahwan Surakarta - alm) menulis dalam upaya meluruskan sejarah. Wong laweyan pada zaman dahulu, ditengah peradaban dominannya budaya feodal kerajaan, agak tidak disukai oleh kalangan bangsawan kerajaan di kota Solo.

Karena komunitas Laweyan lebih mencerminkan gaya hidup yang praksis dalam dunia ekonomi industri dan perdagangan batik. Wacana prilaku ekonomi perdagangan dan industri batik di Solo ini dianggap kurang pantas terlibat dalam pergaulan masyarakat feodalistik kerajaan. Sebagian besar bangsawan kerajaan yang gaya hidupnya lebih mencerminkan pola hidup establish pada system ekonomi feodom, agak kurang senang hidup berdampingan dengan wong Laweyan yang mencerminkan gaya hidup sebagai entrepreuner yang dianggap egois, kikir, dan dianggap cenderung pamer kekayaan. Bangsawan kerajaan takut bersaing dalam hal meraih ethos hedonis Jawa: drajad, semat dan pangkat, maka dengan segala cara, orang Laweyan dialienasikan, diasingkan dari pergaulan masyarakat Jawa. Folklore yang muncul untuk mengalienasikan ethos pedagang dan industriawan batik kaum perempuan ini antara lain,

Eksistensi komunitas dagang Laweyan di zaman Pajang, dialienasikan dalam folklor Raden Pabelan yang melakukan perselingkuhan dengan putri raja Ratu Sekar Kedhaton. Peristiwa itu mengakibatkan dijatuhkannya eksekusi mati atas Raden Pabelan bertempat di Laweyan. Folklor ini seolah-olah menjadikan wacana memori kolektif orang Jawa dalam Babad minor Pajang, untuk akses pembenaran (legitimasi) bahwa sudah layak dan sepantasnya orang yang melanggar tata-krama adat istana harus di-eksekusi hukum "Lawe" (digantung dengan tali = lawe), dan yang sangat disengaja eksekusi itu dijatuhkan di Laweyan.

Folklor Kyai Ageng Ngenis, ini adalah folklore yang sangat tendensius untuk mengklaim bahwa kawasan Laweyan adalah bagian dari ekologi cultural kraton, bukan ekologi pedagang lawe yang telah lama ada (Pajang). Konon menurut cerita lokal, asal usul nama tempat “laweyan” sangat berhubungan erat dengan nama tokoh lokal yang disakralkan, yaitu Kyai Ageng Ngenis. Di era pemerintahan Sultan Hadiwijoyo di Pajang, Kyai Ageng Ngenis, putra Kyai Ageng Selo, adalah tokoh cikal-bakal Mataram. Karena jasanya yang besar atas berdirinya kasultanan Pajang, ia diberi hadiah tanah “perdikan”. Tanah itu diberi nama “luwihan”, folklor ini menggeser etimologi kata 'luwihan' seolah berubah sebutan menjadi “laweyan”, karena kekaguman rakyat Pajang atas “keluwihan” (kesaktian) Kyai Ageng Ngenis

Artikel Terkait

Posted On : Kamis, 13 Desember 2018Time : Desember 13, 2018
SHARE TO :
| | Template Created By : Binkbenks | CopyRigt By : Cerita Rakyat | |
close
Banner iklan disini
> [Tutup]