Author : Cerita RakyatTidak ada komentar
Agama Islam telah menyebar ke seluruh area Jawa. Meski penyebarannya tersedia yang langsung sanggup di terima Masyarakat, tersedia yang mengalami perlawanan dari penduduk setempat.
Demikian juga peran para wali didalam bersyiar di pelosok-pelosok Desa. Sunan Bonang di Tuban, Bonang dan Sekitarnya, Sunan Kali Jaga, Sunan Cirebon, Sunan Kudus, Sunan Muria. Ada di beraneka tempat, mereka menyebarkan agama bersama coba mencampurkan unsur-unsur budaya yang berkembang di area setempat.
Nama Sunan kebanyakan disesuaikan bersama area disaat ia mengajarkan agama. tak sekedar sebagai kepala agama juga sebagai kepala pemerintahan. Sehingga penggantinya senantiasa pakai nama Sunan ataupun Ki Ageng
Demikian juga bersama Sunan Muria yang mengadakan syiar agama Islam. Disekitar Muria yaitu pantai utara area Jepara, Tayu, Pati, Juana, Kudus dan lereng-lereng Gunung Muria.
Dalam menyebarkan agama Islam seringkali bersinggungan bersama penguasa2 setempat. Penyebaran Islam telah memasuki kurang lebih wilayah Pati, Juana, Tayu.
Pada suatu hari diadakan Syukuran di tempat tinggal Ki Ageng Ngerang untuk mensyukuri kenikmatan yang telah diberikan oleh Tuhan kepada hambanya yang tersedia di muka bumi terutama wilayah lereng Muria.
Perhelatan di mulai bersama khidmatnya. Tamu dari jauh dan dekat telah lengkap datang.
Ki Ageng Ngerang sebagai orang yang paling dituakan gara-gara kearifan, kepandaiannya, supaya banyak yang hadir didalam perjamuan tersebut.
Terutama para muridnya Sunan Ngerang, pada lain juga Sunan Kudus, Sunan Muria, Adipati Pathak Warak dari Pulau Mandalika Jepara, Kapa dan adiknya Gentiri dan lain-lainnya.
Ketika anak Ki Ageng Ngerang, Roroyono bersama adiknya, Roro Pujiwati ke luar untuk menghidangkan minuman dan makanan, banyak tamu yang hadir terpesona dan memuji keduanya, tak disangka bahwa Ki Ageng Ngerang punyai dua putri yang terlalu cantik-cantik.
Adipati Pathak Warak matanya tak berkedip memandanginya. Detak Jantungnya berdebar layaknya beduk, badannya menggigil, panas dingin, ke dua bibirnya berdeming, memandang keanggunan Roroyono.
Terasa tersedia cahaya bulan terang yang menerangi kenduri malam itu. Roroyono jadi jadi pusat perhatian, sebagai Gadis yang paling cantik di malam itu
Adipati Pathak Warak tak sanggup menghindar nafsu, memandang gadis jelita. Matanya tak berkedip, jangkunnya naik turun menelan ludah, kata-katanya telah tak terkontrol lagi.
“Mau tidak jadi istriku, rayi!” sambil mencolek pantatnya. prilakunya, telah tidak menghiraukan ulang adat ketimuran maupun tatananan agama.
“Jangan begitu kakang, banyak orang jaga kehormatan kakang”
Tentu saja Roroyono terasa terhinadiperlakukan kelewat batas. Alangkah malunya dia tercolak-colek dihadapan banyak tamu-tamu Ki Ageng.
Minuman yang dibawa Roroyono itu tumpah mengguyur busana Pathak Warak. Sehingga Wajah sangar itu merah padam, terasa dibuat malu oleh Roroyono.
“Jangan gitu Kakang Pathak Warak, Roroyono gak mau orang yang kasar, maunya yang halus budinya” ejek Kapa
Para tamu yang hadir menertawakan Pathak Warak. Dalam hati Adipati berkata, andaikata bukan puterinya Kanjeng sunan Ngerang, Gurunya, tentulah telah ditampar mukanya.
Seperti yang pernah dilakukanpada musuh-musuhnya. Patak Warak merupakan keliru satu jawara yang selanjutnya lalang di Lereng Muria, gara-gara kesaktiannya ia punyai pengetahuan kanuragan yang terlalu tinggi.
Malam jadi larut, seluruh tamu yang hadir berangsur-angsur pulang meninggalkan kediaman Ki Ageng Ngerang. Sementara para tamu jauh juga Adipati Pathak warak, tetap berada di tempat tinggal Ki Ageng, mereka bermalam di ruang tamu.
Pada sedang malam yang dingin, dan cuma nada jangkrik, nada kodok berpadu bersama semilir angin yang dihembuskan pucuk-pucuk bambu. Semua telah tertidur pulas. Kecuali Adipati Pathak warak yang tetap terngiang-ngiang kata-kata Roroyono, dan malunya disaat segelas air mengguyur bajunya.
Ia memikirkan bagaimana caranya supaya sanggup membawa dampak malu Roroyono, sekaligus sanggup langsung melampiaskan nafsu birahinya. Ia mengidam-idamkan supaya sanggup memperistri Roroyono.
Adipati Pathak Warak mondar-mandir didepan pintu sambil tangannya menggaruk-garuk kepalanya.
Timbul tekad jahat dibenaknya, ia mau menculik Roroyono. mulutnya komat-kamit membaca mantra, keluarkan mendung tebal untuk menyirep seluruh penghuni tempat tinggal Ki Ageng Ngerang.
Ia mengendap-ngendap masuk kamar Roroyono, membekap mulut Roroyono sesudah itu digendong dibawa lari menuju hutan belantara. dibawa lari ke Pulau Mandalika, Keling.
Keesokan harinya gemparlah tempat tinggal Ki Ageng, seluruh sibuk melacak keberadaan Dewi Roroyono, Ki Ageng Ngerang mengumpulkan seluruh orang ke beranda rumah, satu persatu ditanyai namun seluruhnya tidak tahu keberadaan Dewi Roroyono, para murid padepokan yang dibantu penduduk setempat melacak di kurang lebih tempat tinggal sampai ke seluruh kampung, namun hasilnya nihil. Mereka pulang bersama kekecewaan.
Para murid-murid Ki Ageng kumpul untuk mengulas perihal raibnya Dewi Roroyono, mereka satu persatu memberi tambahan analisa dan dugaan perihal sebab-musabab hilangnya putri Ki Ageng. Semua turut urun rembuk kecuali keliru satu murid yang tidak tampak batang hidungnya. mereka tidak menjumpai Patahak warak
“Kalau begitu yang mempunyai lari Roroyono adalah Patahak Warak!” Ki Ageng Ngerang berkesimpulan bahwa Patahak Warak mau membalas sakit hatinya gara-gara dipermalukan Dewi Roroyono di depan umum.
Ia termenung lesu diteras rumahnya, memikirkan nasib anaknya. Demikian langit mempunyai mendung hitam seakan tahu hati Ki Ageng yang sedang gundah gulana.
“Akan dibawa kemana Anakku Roroyono?” rintik hujan senja hari jadi membawa dampak perasaan Ki Ageng teriris-iris. Murid-muridnya juga was-was andaikata nanti sampai gurunya sakit memikirkannya.
Ki Ageng Ngerang sesudah itu memanggil Sunan Muria untuk berharap pendapatnya, gara-gara Ia yang akan dijodohkan bersama Dewi Roroyono, tak sekedar itu Sunan muria merupakan murid kesayangannya
“Bagaimana Nak mas Sunan Muria, tindakan apa yang harus aku ambil?” sorot mata Laki-laki tua yang sedang bersedih menatap iba Sunan Muria. Mereka berdua berdiskusi bagaimana langkah baiknya hadapi masalah ini.
Ki Ageng menginformasikan sayembara, barang siapa yang sanggup merebut ulang puterinya dari tangan Patak Warak, dan mempunyai ulang Dewi Roroyono ke Ngerang, andaikata Laki-laki akan nikahkan bersama Roroyono, andaikata perempuan akan dijadikan saudara
Setelah sayembara diumumkan, seluruh muridnya Sunan Ngerang terdiam tidak tersedia yang berani tunjuk jari, mengajukan diri. Mereka tidak berani melawan Adipati Patak Warak.
Di samping gara-gara ia sakti juga Patak warak dikenal sebagai Raja tega. Siapapun yang menghalang-halangi maksudnya akan dibabad habis. Hanya Sunan Murialah yang mengacungkan tangannya, ia sanggup mengejar Adipati Pathakwarak dan merebut ulang Roroyono.
Ia pamit langsung menuju ke arah utara, ia diikuti oleh sebagian murid Sunan Muria, selang sebagian selagi Kapa dan Gentiri juga mohon diri mau menyusul Sunan Muria.
Sunan Muria terlihat masuk Hutan belukar yang belum pernah dijamah manusia pun ia melalui perjalanan demi membuktikan rasa hormatnya kepada Gurunya Ki Ageng Ngerang.
Namun didalam perjalanan ke Mandoliko, ditengah jalur ia berjumpa bersama kappa dan gentiri. mereka bertiga saling berangkulan, Dalam pembicaran selanjutnya terjadilah kesepakatan, bahwa Kapa dan Gentirilah yang akan menunaikan tugas, menekuni sayembara merebut Roroyono ke Mandaliko.
Adapun andaikata nanti berhasil didalam tugas yang berhak punyai Dewi Roroyono adalah kanjeng Sunan Muria. Kesepakatan selanjutnya disepakati ketiga murid Ki Ageng Ngerang. Hal ini disepakati gara-gara Kapa dan Gentiri adalah muritnya Sunan Ngerang yang termuda. Dan keduanya bersedia berbuat demikianlah gara-gara menghargai Sunan Muria, sebagai murid yang senior, berwibawa dan terhormat dimata penduduk seantero jagat..
Berangkatlah Kapa dan Gentiri menyeberang Ke Pulau Mandaliko. Sementara Sunan Muria ulang ke padepokan Muria Ia Pasrah dan mempercayakan penuh nasib Dewi Roroyono kepada keduanya.
Dari kejauhan Kapa dan Gentiri diawasi oleh Anak buah Patak Warak, mereka melaporkan bahwa dua orang yang mencurigakan memasuki kawasan Pulau Mandaliko. Patak warak menyuruh anak buahnya melepas ke dua orang itu. Patak Warak tahu bahwa yang mampir adalah adik seperguannya.
“Suruh mereka kesini, dia adalah adik seperguan saya” pinta Patak warak. Mereka masuk pintu gerbang padepokan Mandaliko dan dipersilahkan duduk di beranda rumah, sesudah itu keluarlah Patak Warak.
“ada apa di, Kok janur gunung (tumben) mau mampir ke Padepokanku?”
“Iya, kita kesini mau menikmati keindahan Pulau Mondoliko” Kilah Kapa dan Gentiri. Namun Patak Warak mencium bau tidak beres pada ke dua adik perguruannya.
Ia mempersilahkan keduanya untuk masuk ke didalam rumah. Kapa dan Gentiri melihat-lihat seisi tempat tinggal ternyata tidak diketemukan keberadaan Dewi Roroyono. Mereka tetap menyelidiki Padepokan Mondoliko. Karena kelehan dan setengah putus asa, ia menunda penyelidikannya. Ia beristirahat di bawah pohon Setigi (Dewa ndaru).
Ditengah ia tertidur, Kapa mendengar nada merintih dari tempat tinggal Patak warak anggota belakang.
Ia membangunkan adiknya untuk langsung menyelidiki arah nada tersebut. Dari celah-celah tembok bambu mereka memandang Roroyono yang sedang disekap di kamar belakang. Patak Warak coba merayu Roroyono supaya mau dijadikan istri, ia memberontak melepas tangan kekar Patak warak.
Jeritan minta tolong itulah yang membawa dampak Gentiri tergerak hatinya untuk mendobrak pintu dan menyambar tubuh Roroyono dibawa kabur. Sementara Kapa hadapi Patak Warak.
“kakang telah kelewat batas, tidak mengenal belas kasihan serupa sekali, beraninya serupa wanita”
“kamu jangan turut campur urusan ini, kembalikan Roroyono padaku!” bentak Patak Warak memecah keheningan malam. Mereka berdua bertempur di belakang rumah, selagi Gentiri yang menggendong Roroyono berlari masuk hutan.
Kapa kalah didalam kanuragan, posisinya terdesak, anak buah Patak warak juga turut mengepung. Dalam situasi tersudut ia berjongkok menyita segengam Pasir sesudah itu ditaburkan di mata Patak Warak dan anak buahnya.
Kapa lari mengejar Gentiri, di tepi laut, akhirnya ketemu di pelabuhan penyebrangan. mereka memandang perahu yang ditumpangi saudagar bernama Lodhang Datuk. Ia berharap bantuan supaya boleh turut naik parahu menuju ke Pulau Jawa.
“Kenapa anda terburu-buru Ki sanak” Lodang Datuk menarik tangan Roroyono ke atas perahu.
“Saya di kejar-kejar Patak warak yang mau merampok dan memperkosa saya” rengek Roroyono berharap pertolongan.
Lodang Datuk seorang saudagar yang tidak suka andaikata tersedia kesewenang-wenangan menindas rakyat kecil.
Dalam memperebutkan Roroyono dari tangan Adipati Pathak warak itu Kapa dan Gentiri mendapat bantuan dari seorang Wiku Lodang datuk di pulau seprapat, Juana.
Ia menyuruh anak buahnya mempunyai mereka bertiga ke Pulau Jawa, selagi ia hadapi Patak warak bersama perahu kecil. Berlangsunglah pertempuran ditengah laut pada Lodang datuk ditengah lautan. Sampai menuju daratan Jawa. Akhirnya Patak Warak tewas. Kemudiaan Lodak Datuk menyusul menuju Pulau Sprapat.
Maka berhasilah Kapa dan Gentiri mempunyai ulang sang Dewi Roroyono ke Ngerang. Untuk menghargai jasa dari Maling Kapa dan Maling Gentiri, mereka mendapat hadiah dari Ki Ageng Ngerang, berupa wilayah di Buntar, yang mana keduanya orang itu jadi penguasa tanah tersebut. namun Dewi Roroyono jadi diambil istri Sunan Muria.
Hidup manusia senantiasa berputar, Demikianlah hati Gentiri. Dahulu yang bersama relanya menyerahkan tenaganya demi menghargai kesenioran dan kewibawaan Sunan Muria, Gentiri membopong Roroyono sampai ke Ngerang.
Gejolak Hati, bersemi laksana kuncup tersirami sampai tumbuh jadi bunga-bunga cinta. Alur hidup tak selurus anak panah, namun tiap tiap selagi berubah. Tentu saja perubahan itu kadang kala menyimpang di sedang perjalanan.
Perasaan Gentiri dipenuhi bersama bunga hati dan perasaanya saat ini sekedar Dewi Roroyono, seorang gadis yang mempesona, yang senantiasa hiasi mimpi-mimpinya, Kisah cinta gayung bersambut pada Gentiri bersama Roroyono,namun keadaanlah yang membawa dampak lain.
Ia harus mau melepas Roroyono kepada Sunan Muria. Siang malam senantiasa terbayang muka cantik Roroyono, supaya mengganggu tidurnya disetiap malam dan mengganggu kerja disetiap saat.
Gentiri tak sanggup membendung rasa rindunya kepada Roroyono, ia akan merebut Roroyono dari Sunan Muria. Sudah barang tentu tindakan ini adalah suatu pengkhinatan janji dan sumpah pada Ki Ageng Ngerang. Dan mengkhianati persaudaran bersama Sunan Muria.
Namun apa mau dikata andaikata tekad jahat telah mengalahkan pertimbangan batin yang bening. Keinginan nafsu yang terlalu besar untuk sanggup punyai Roroyono.
Ketika sore terasa merembang, burung-burung pulang ke sarang cuma desau angin yang mengitari puisi hati, berangkatlah Gentiri menemuai sang pujaan hati di Padepokan Muria. Ia Memakai busana hitam, dan kenakan cadar supaya tidak dikenali serupa Murid Padepokan Muria.
Ketika sedang malam Gentri mengendap-endap memasuki taman kaputren. Di ketuknya daun pintu pelan-pelan.
“Diajeng..Roroyono..ini Kakang Gentiri!”
Roroyono terbangun sesudah mendengar panggilan Gentiri dari luar kamarnya. Mereka berjumpa sambil menggemgam jemari dua insan yang sedang dilanda asmara. Namun tangan Roroyono buru-buru dilepaskan was-was ketahuan Sunan Muria.
“Sudahlah kakang..kita memadai sampai disini saja, aku telah punya orang lain aku tidak mau gara-gara saya, Romo marah. Terus persahabatan kakang bersama Sunan Muria rusak.”
“aku tidak peduli, aku tidak sanggup hidup tanpamu, diajeng!”
“bukan kakang telah tahu bagaimana sakitnya andaikata dikhianati, kenapa kakang harus mengkhianati persabatan yang telah kakang bangun lama sekali, cuma gara-gara aku kakang harus bermusuhan bersama Romo dan Kakang Sunan Muria.
Apakah itu bagus kakang! Aku tidak mau jadi durhaka serupa Romo, aku juga tak mau menyakiti hati Kakang Sunan Muria.”
Putus telah harapan Gentiri, kini ia dihadapkan pada dua dilemma yang harus dipilih, lari bersama Roroyono namun harus berperang melawan Sunan Muria dan Ki Ageng Ngerang, atau mengalah melepas Roroyono bersama Sunan Muria, namun batin kecilnya memberontak.
Gentiri bersikukuh pilih pilihan pertama, melarikan Roroyono, namun baru terlihat pintu kaputren ia dipergoki oleh Pengawal kaputren Sunan Muria. Terjadilah perang tanding, Gentiri dikroyok oleh ratusan murid-murid Sunan Muria. Tewaslah Gintiri di padepokan Muria.
Berita kematian maling (pencuri) berkerodok yang ketangkap di Padepokan Muria. Ia mati diadili oleh massa, sesudah dibuka cadarnya ternyata Gentiri murid dari Kia Ageng Ngerang. Hal ini membawa dampak Maling Kapa berang, Gentiri adalah adik seperguruan dan adik kandung Kapa, ia tidak menerima andaikata adiknya diperlakukan layaknya itu.
Maling Kapa tetap berangkat ke Muria bersama target ingin membalas kematian adiknya. Selain itu Ia juga akan mengambil Dewi Roroyono. Dan kali ini berhasil. Roroyono dibopong di pundak Kapa yang kekar.
Ia dibawa lari ke Pulau Seprapat. Murid- murid padepokan Muria mengejar sampai ke lereng Muria sampai ke Desa Juana, mereka mau menyebrang ke Pulau Sprapat.
Maling Kapa mau menyembunyikan Roroyono ke Lodhang datuk. Namun Lodhang datuk bersikap arif dan bijaksana. keputusan yang adil dari wiku lodhang datuk itu tidak di terima baik oleh kapa.bahkan Kapa mencaci Sang Wiku, yang telah diakui gurunya sendiri. Ia potes atas perlakuan tidak adil pada Maling Gentiri.
Ketika itu m,urid-murid Padepokan telah sampai di Pulau Seperapat.salah seorang murid Sunan Muria menantang Maling Kapa. Sehingga terjadilah pergulatan pada ke dua kesatria tersebut, dan matilah Kapa yang jadi Maling (pencuri) itu.
Akhirnya Lodang datuk menyerahkan Dewi Roroyono kepada Ki Ageng Ngerang. Oleh Ki Ageng Dewi Roroyono diserahkan ulang ke Padepokan Muria bersama selamat, ia berkumpul ulang bersama suaminya kanjeng Sunan Muria.
Artikel Terkait
Posted On : Sabtu, 04 Mei 2019Time : Mei 04, 2019